Pages

Sunday, March 28, 2010

Public Lecture “Justice and Reconciliation in South Africa ”

Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HMIP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menyelenggarakan Public Lecture “Justice and Reconciliation in South Africa ” pada Jumat (11/12) bertempat di Pusat Studi Jepang, Kampus UI, Depok. Acara ini dimoderatori Samuel Gultom, pengajar tidak tetap Departemen Ilmu Politik FISIP UI yang juga bekerja di Yayasan Tifa serta Michael Lapsley, saksi hidup serta korban dari peradilan dan rekonsiliasi di Afrika Selatan.




Public Lecture yang diadakan oleh HMIP ini diadakan sebagai wujud kepedulian terhadap tindak kekerasan serta keadilan transisional yang seharusnya didapatkan oleh setiap manusia dalam mempertahankan Hak Asasinya. Sebagai bukti dari adanya ketidak adilan terhadap korban kejahatan, penyelenggara acara ini mengundang Michael Lapsley yang merupakan saksi hidup serta korban dari tidak adanya keadilan transisional. Michael Lapsley adalah seorang agamawan Gereja Anglikan yang menetap di Afrika Selatan sejak tahun 1973. Ia pernah diusir oleh pemerintah apartheid di Afrika Selatan karena aktivistas kritisnya. Di masa itu ia bergabung bersama African National Congress (ANC) yang bergerilya melawan pemerintah apartheid Afrika Selatan serta konsultan teologis yang mengkoordinir program pendidikan masyarakat tentang apartheid dan ketidak stabilan politik. Pada bulan April 1990 di Harare , Zimbabwe , Michael mendapat paket kiriman dari pemerintah Afrika Selatan yang berisikan bom. Ia harus kehilangan kedua tangannya dan sebelah matanya, serta mengalami kerusakan parah pada gendang telinganya akibat bom tersebut. Tahun 1992 ia akhirnya dapat kembali ke Afrika Selatan dan menjadi tenaga di Trauma Center for Victims of Violence and Torture di Cape Town . Namun, ia tidak mendapatkan keadilan untuk mendapatkan hak –haknya. Dengan keterbatasannya itu, Michael tidak pernah menyerah. Tidak lama kemudian ia meresmikan Institute for Healing of Memories, yang mengembangkan pemulihan bagi korban dan komunitas dari kekerasan yang terjadi akibat konflik dan trauma yang panjang di Afrika Selatan. Organisasi ini yang mendampingi kerja-kerja KKR Afrika Selatan, dan masih terus melakukan proses pemulihan lewat lokakarya pemulihan. Tidak hanya itu, ia juga kerap berpartisipasi dan memberikan kuliah dalam forum-forum internasional dan menulis beberapa buku tentang dampak apartheid, kekerasan dan konflik, serta pemulihan bagi korban konflik dan kekerasan.

Berdasarkan kisah nyata yang telah diurai di dalam acara tersebut, Samuel Gultom memaparkan bahwa hingga kini, keadilan transisional masih belum dikenal apalagi diterima secara luas di Indonesia. Kejahatan–kejahatan serius dipandang bukan sebagai permasalahan bangsa. Korban cenderung diposisikan sebagai subordinat dari kepentingan–kepentingan negara yang dianggap lebih besar. Sehingga keberadaanya tidak boleh menggangu perjalanan ke depan dari kepentingan–kepentingan tersebut. Jika keadilan transisional dipahami sebagai upaya untuk mentransformasi tatanan moral yang anti-demokrasi dan tidak manusiawi yang dihasilkan oleh rezim otoriter diubah menjadi tatanan moral yang demokratis dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan, maka sudah seharusnya agenda keadilan transisional diletakkan sebagai salah satu agenda terpenting dalam reformasi. Sebab melalui agenda inilah norma – norma dan kultur politik lama yan tidak dapat digantikan. Dengan diungkapkannya kebenaran, dinyatakannya kejahatan, dihukumnya pelaku kejahatan, dan dipulihkannya hak – hak korban, serta rekonsiliasi maka tatanan moral yang lama secara perlahan akan runtuh.

Walaupun gerakan korban saat ini sudah lebih maju dibanding di masa sebelumnya, namun pada kenyataanya gerakan korban masih belum sanggup mendesakkan aspirasi dan tuntutannya secara signifikan. Oleh karenanya diperlukan pembangunan kapasitas gerakan Koran yang lebih kuat lagi, sambil terus membuka diri terhadap agenda – agenda demokrasi dan HAM yang sejalan dengan tuntutan mereka. Salah satu yang terpenting yaitu pengungkapan kebenaran kepada publik melalui penuturan dari korban. Ruang keterbukaan relatif yang disediakan oleh reformasi juga harus digunakan seoptimal mungkin untuk agenda ini. (Vra)

0 komentar:

Post a Comment